
SuaraHKBP.com | Prof Dr Chontina Siahaan SH, MSi, dikukuhkan menjadi Guru Besar Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Kristen Indonesia. Acara pengukuhan diadakan di Gedung GWS UKI, Jakarta (11/11).
Chontina, dalam orasi ilmiah; “Transformasi mediatisasi Informasi dan Implikasinya di Era Digatal,” memaparkan, Indonesia salah satu negara paling konsutif dalam bermedia sosial dan menggunakan gawai. Bahkan, Indonesia secara global hanya diperhitungkan sebagai pasar produk teknologi informasi dari negara lain, sekaligus sebagai obyek eksploitasi industri digital global.
Disebutkan, di era digital, media merupakan alat yang dapat digunakan sesuka hati oleh penggunanya, seperti Facebook, Google, Amazon. Tidak terkecuali Instagram, Twitter, Whatsapp, Line yang dapat menjadi bumerang bagi penggunanya, ketika tidak memahami pemakaian media sebagai tool yang benar dan bertanggung jawab, baik dari segi konten maupun cara pemakaiannya.

Lalu, Chontina Siahaan, menyarankan, pengguna media di era digital ini, supaya arif dan bijak menggunakan media digital. Bukan hanya itu, tapi harus mampu menilai dan mengawasi konten media yang perlu serta mengiritisi dampak yang ditimbulkannya.
“Masyarakat harus bertransformasi ketika hidup di era media digital. Suatu era yang memiliki kekhasan masing-masing dan tidak dapat dihentikan. Soalnya, tanpa media, kita akan tertinggal,” kata Chontina mengakhiri orasinya.
Sebelum pengukuhan guru besar, ia menceritakan suka duka ketika mempersiapkan berbagai persyaratan untuk jenjang guru besar (profesor) Ternyata, prosesnya tidak berjalan mulus. Ada saja rintangan menghadang, tapi ia tidak menyerah dan terus berupaya sedapat mungkin.
Apalagi ketika pandemi Covid -19, yang marak di mana-mana, membuat aktivitas terbatas dan tidak leluasa melakukan kegiatan di luar rumah. “Tadinya, saya berharap menjadi guru besar pada usia 60 tahun. Tapi apa yang saya rindukan, tidak kesampaian. Terlambat dari rencana semula,” kata Chontina ketika acara syukuran di kampus.

Paling sedih lagi, kata Chontina, ketika mereka menginap di rumah keluarga. Baru keesokan harinya pulang. Begitu tiba di rumah, dilihatnya buku-buku, dokumen, file, laptop terendam air. Rumah mereka kebanjiran. Ia sangat sedih. Saolnya harus memulai lagi dari awal.
Memang, selama proses persiapan guru besar, semua buku, dokumen, file, laptop, ditaruh di bawah. Biar gampang dan tidak repot mencari apa yang diperlukan. “Lalu, aku berdoa. Apakah Tuhan tidak mengizinkanku jadi guru besar? Begitu banyak rintangan yang saya hadapi,” ujarnya saat memberikan sambutan pada ibadah ucapan syukur.
Lahir 10 Februai 1958, di Binjai Sumatera Utara. Pendidikan Doktor Ilmu Komunikasi (Cumlaude) Universitas Pajajaran, Bandung (2011-2015) Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Indonesia (1996-1999) Fakultas Hukum (S1) Universitas HKBP Nommensen, Medan.
Suami Drs Togap Silalahi MSi. Dikarunia dua anak. Ronaldo Tama Manontong Silalahi SE, MBA dan Grace Meity Ariani Silalahi S.Farm.
Sederet penghargaan diperolehnya selama 35 tahun mengajar di UKI. Puluhan karya ilmiah. Pernah mendapat penghargaan dosen terfavorit dan termotivasi di Program Studi Ilmu Komunikasi (9 September 2020) UKI Awards 2021. Sebagai tenaga pendidk Ter-UKI Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kristen Indonesia (15 Oktober 2021). (bas)
Be the first to comment