
Belum lama ini, Pdt Binsar Nainggolan menulis buku; “Teologi Perdamaian” yang memaparkan dengan runtut; perdamaian dari dimensi teologis. Bagi umat manusia ciptaan Allah yang berada di kolong matahari ini, perdamaian adalah impian umat yang harus diperjuangkan dengan segenap akal, pikiran dan tenaga.
Perdamaian bagian yang tak terpisahkan dari hakikat alam semesta. Bayangkan, usai Allah menciptakan jagad raya lengkap dengan segala isinya; maka Allah melihat segala yang dijadikanNya itu sungguh amat indah. (Kejadian 1: 31) Ingat, kondisi ‘baik’ itulah yang disebut sebagai perdamian yang sempurna.
Namun karena ulah manusia, serta lantaran dosa manusia, perdamian menjadi terusik. Manusia saling gontok-gontokan, bahkan kehidupan yang rukun pun terseret berantakan, akibat perilaku manusia yang egois, terhadap sesama maupun terhadap alam ciptaan Tuhan.
Buku ini secara rinci membahas; manusia dan alam semesta. Alam semesta dan manusia mempunyai tali yang saling berkaitan satau sama lain. Keduanya memiliki sifat saling ketergantungan. Neil A Campbell memaparkan, ienteraksi antara organisme dan lingkungannya yang notabene tercakup dalam kerangka ekologi.
Ketika alam terganggu dampaknya akan berakibat langsung kepada sarana kehidupan manusia. Sebab, alam semesta diciptakan Allah bertujuan bagi kemulian bagi Allah. “Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tanganNya, hari meneruskan berita itu kepada hari dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam.” (mazmur 19: 2-3)
Bagian lain buku yang ditulis Binsar Nainggolan, doktor teologia lulusan Universitas Regensburg, Jerman ini, pandangannya tentang teologi kontekstual dikaitkan dengan upaya menggapai perdamaian. Teologi kontekstual yang dipahami sebagai teologi rakyat (theology of the people) termasuk komitmen umat Kristen di dunia menciptakan perdamaian. Sebab itu, di mana pun umat Kristen berada mereka cinta damai. Mencitai sesama umat ciptaan Allah.
Para penggagas teologi rakyat melontarkan pendapat mereka; gereja sebagai umat Allah mempunyai suatu tugas memproklamirkan berita sukacita, sehingga mereka membutuhkan iman dan parxis yang keduanya melibatkan tingkatan refleksi. Jangan heran, bagi mereka, gereja hanya dapat menjadi suatu sarana pendidikan positif di tengah masyarakat, ketika gereja itu mengizinkan talenta semua orang benar-benar dipergunakan.
Ada lagi satu topik menarik dalam buku ini yang menyoroti; pelaku perdamaian dari sisi antropologi teologis. Disebutkan, ada wilayah di mana suara umat Kristen berbeda dengan suara-suara lainnya, Namun, kata Binsar Nainggolan, pada saat yang sama, antroplogi teologis Kristen, tidaklah berkenan hanya dengan umat Kristen saja, melainkan berkenan dengan segenap umat manusia dengan berbagai kultur, warna kulit, gender, jenis kelamin dan kepercayaan.
Benar adanya dan itulah alasannya, mengapa umat Kristen tampil di depan seraya menawarkan perdamaian yang diyakini sebagai kerinduan setiap orang dan termasuk pola pikir Kristen yang juga mengakui harga diri setiap orang yang sejajar dengan semua orang dan merayakan diversitas umat manusia.
Selain itu, masih banyak gagasan cemerlang dan menarik dalam buku ini. Menarik dan perlu dibaca. Sebenarnya, membuat tulisan dalam buku ini menarik, karena topik yang dibahas benar-benar dikuasai dan juga pengalaman langsung penulis yang terlibat dalam banyak simposium dan seminar di dalam dan luar negeri. (bas)
Bagaimana saya bisa mendapatkan/membeli buku ini?
Dimana saya bisa beli bukunya?