
Jakarta, SUARA HKBP.com. Pimpinan HKBP mengadakan audiensi dengan Ketua MPR, Zulkifli Hasan, di ruang kerja Ketua MPR, Lantai 9, Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, (6/3)
Hadir pada kesempatan saat itu; Ephorus HKBP Pdt Darwin Lumbantobing, Sekjen HKBP Pdt David F Sibuea, Kadep Diakonia Pdt Debora Sinaga, Kadep Marturia Pdt Dr Anna Vera Pangaribuan, Kadep Koinonia Pdt Martongo Sitinjak, Praeses DKI Jakarta Pdt Midian KH Sirait, Praeses Banten Pdt Robert Pandiangan, Praeses Deboskab Pdt Berlin Tamba, Praeses Bekasi Pdt Banner Siburian, Kabiro Perencanaan HKBP Pdt Sumurung Samosir, Laurensius Manurung, Pdt Japati Napitupulu dan Pdt Eldarton Simbolon.
Ephorus Darwin Lumbantobing dalam percakapan menyampaikan aneka ragam suku, agama dan ras merupakan realita yang patut disyukuri. Persoalannya bagaimana kita merawat keberagaman ini dengan baik.
“Sebab kalau keberagaman itu tidak terpelihara dengan baik maka bisa menjadi ancaman bagi kita,” ujarnya.
Darwin juga menyebutkan, Burung Garuda tidak berdiri dibingkai yang bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika, tapi justru menggenggam dan mencengkram bingkai tersebut. Itu secara simbolik Bhinneka Tunggal Ika harus terus dipelihara dalam konteks Indonesia.
“Karena itu, kita perlu masukan dari Ketua MPR untuk bisa merajut kebhinnekaan agar tidak menjadi suatu ancaman namun kekayaan yang mesti dirawat,” kata Darwin Tobing.
Ephorus Darwin mengharapkan kehadiran Ketua MPR Zulkifli Hasan, untuk mengunjungi Kantor Pusat HKBP sekaligus memberikan masukan kepada pimpinan dan pendeta HKBP.
“Jika berkenan kami mengharapkan sekali lagi kedatangan Pa Zulkifli Hasan, memberikan masukan dan gambaran tentang keberagaman dan kebangsaan kita. Keberagaman adalah suatu kekuatan bagi kita. Karena itu keberagaman harus dirajut dan dipelihara,” ucapnya.
Ketua MPR, Zulkifli Hasan, menguraikan MPR merupakan penyangga dan pengawal konstitusi. MPR ditugaskan untuk melaksanakan sosialisasi empat pilar kebangsaan yakni; Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI.
“Namun, sosialisasi empat pilar ini mesti melibatkan semua warga negara, bukan hanya MPR,” katanya.
Menurut Zulkifli, sejarah telah mencatat ketika masa kemerdekaan masalah kebangsaan itu sebetulnya sudah tidak ada lagi. Memang sempat diuji ketika ingin dimasukkan tujuh kata kedalam Piagam Jakarta. Demi kebersamaan, maka ketujuh kata itu dihapus.
“Itu adalah semangat kebangsaan yang luar biasa,” kata Zulkifli.
Zulkifli Hasan memaparkan selama 19 tahun MPR telah mengkaji bahwa telah pudarnya nilai luhur dan persaudaraankebangsaan Indonesia. Hal ini terjadi karena bangsa ini kini masuk dalam era demokrasi yang sebebas-bebasnya. Sedangkan nilai luhur kebangsaan yang dulu diajarkan melalui Penataran P4, pelajaran civic, kewarganegaraan dan wawasan kebangsaan sudah tidak ada lagi.
“Pendek kata, nilai-nilai luhur Pancasila sudah tidak ada lagi,” katanya.
Kini dialam demokrasi terbuka ini banyak orang yang hendak menjadi pimpinan daerah baik itu bupati atau walikota, yang menghalalkan segala secara yang terkadang mengorbankan dengan politik adu domba memainkan isu SARA demi meraih kekuasaan.
Untuk merawat keberagaman dan nilai-nilai Pancasila, menurut Zulkifli, MPR sudah bertemu dengan presiden dan sudah menyetujui untuk membentuk lembaga pemantapan Pancasila. Lembaga ini diharapkan akan membangun karakter secara masif.
Kita betul-betul akan memberikan perhatian berupa pendidikan karakter melalui Lembaga Pemantapan Pancasila atau Lemhanas kepada pimpinan negara mulai dari bupati, walikota dan gubernur agar mereka patuh kepada konstitusi.
Kalau dulu, orang menjadi pemimpin daerah justru jalan singkat menjadi seperti raja. Kalau dulu, orang menjadi bupati karena ingin jadi kaya, bagi-bagi izin, tanah, proyek, tambang dan kekayaan. Niatnya sudah salah, akhirnya mereka melakukan segala secara sampai mengorbankan persaudaraan kebangsaan.
“Ini semua akan merusak sendi-sendi negara dan bangsa ini,” tandasnya.
(Victor)
Be the first to comment