
Jakarta, SUARAHKBP.COM, Auditorium Cakti Buddhi Bhakti Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, dipenuhi pendeta, pastor dan majelis gereja yang ada di Jabodetabek, mereka tampak tekun mengikuti pemaparan yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawiti, bertajuk; “Dialog Perpajakan Bersama Menteri Keungan,” di Jakarta, Senin (16/1)
Sri Mulyani menyebutkan, amnesti pajak (pengampunan) yang digalakkan pemerintah akhir-akhir ini, bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Agar hal itu dapat terlaksana, ada tiga hal yang menjadi perhatian serius pemerintah yaitu; masalah kemiskinan, kesenjangan dan daya kompentensi.
Kesenjangan itu dapat disaksikan di tengah masyarakat yang ada di luar Pulau Jawa dan di luar Jakarta. Masyarakat di Pulau Jawa lebih sejahtera dibanding di luar Jawa, bahkan masyarakat yang ada di Jakarta lebih sejahtera ketimbang masyarakat di luar Jakarta. Memang pemerintah secara terus menerus membenahi sektor ekonomi dan bidang sosial lainnya,agar kesenjangan itu perlahan-lahan hilang.

Diharapkan dengan kepastian ekonomi dan stimulus yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi, penciptaan kesempatan kerja dan pengurangan kemiskinan dan kesenjangan, maka kesejahteraan masyarakat dapat terwujud.
Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, mengakui, partisipasi masyarakat Indonesia dalam hal membayar pajak kepada negara masih sangat lemah. Seharusnya wajib SPT itu 30 juta, tapi yang betul-betul menyerahkan SPT dan membayar pajak hanya 12 juta. “Semoga ketaatan beribadah lebih tinggi dari itu,” kata Sri Mulyani.
Ia menambahkan, sekitar 62 persen rasio pembayar pajak yang ada saat ini merupakan tingkat yang masih rendah jika dilihat dari sisi kepatuhan para wajib pajak.
Menteri berjanji akan memperbaiki kinerja jajarannya, agar setidaknya ada peningkatan rasio jumlah wajib pajak yang mematuhi kewajiban pajaknya tersebut. Institusi pajak juga perlu kita bangun. Kami sudah meluncurkan tim reformasi yang akan memperbaiki Direktorat Jenderal Pajak, agar menjadi institusi yang kompeten, profesional, bersih, berintegritas, dan memiliki kepastian.
Pada kesempatan dialog ini, Menteri Keuangan meminta kepada para pemuka agama, agar dibantu menjelaskan kepada masyarakat dan para warga jemaat gereja untuk mematuhi kewajiban pajak, dan memanfaatkan program pengampunan pajak atau tax amnesty periode ketiga yang masih berlangsung sampai akhir Maret 2017.
Kami ingin dibantu oleh para pemuka agama supaya dijelaskan kepada masyarakat, di mana tax amnesty ini adalah hak dan kesempatan. Karena kalau tidak digunakan kesempatan tax amnesty ini, maka kami akan melakukan enforcement.
“Artinya, misalkan kalau kita punya Rp100 juta yang belum dideklarasikan, maka Rp100 juta itu, akan kena rate (tarif) lima persen, jadi dia harus bayar Rp 5 juta di periode kali ini,” kata Sri Mulyani.
Ephorus HKBP Darwin Lumbantobing, merespon imbauan Menteri Keuangan, sambil mengutip beberapa contoh dalam Alkitab, berkaiatan dengan kewajiban membayar pajak. “Bayarlah kepada semua orang apa yang harus kamu bayar: pajak kepada orang yang berhak menerima pajak, cukai kepada oang yang berhak menerima cukai.” Roma 13: 7.
Menurut Darwin, ada pesan teologis dalam amnesti pajak ini, yaitu pengampunan. Kairos atau kesempatan. To forgive but not to forget. (mengampuni tapi bukan melupakan)
Umat Kristen sangat memahami tanggung jawabnya terhadap bangsa dan negara, khusus untuk wajib pajak. Sebab Alkitab mengajarkan, memberikan apa yang menjadi hak negara, berupa pajak. Yesus sendiri memberi contoh sikap taat membayar bea Bait Allah. Matius 17: 24-27
Yesus juga mengajarkan agar membayar pajak; “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” Jadi, tidak ada alasan menghindar dari membayar pajak,” ujar Darwin.
(bas)
Be the first to comment