Paglima TNI Berikan Kuliah Umum di UKI: WASPADA TERHADAP SEGALA BENTUK ANCAMAN

Jakarta, SUARAHKBP.com, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, mengajak seluruh warga negara Indonesia untuk selalu waspada terhadap segala bentuk ancaman baik dari dalam dan luar negeri.

Kita mesti mengetahui ancaman seperti apa yang sedang dihadapi Indonesia. “Sebab, jika kita tidak tahu ancaman yang sedang dihadapi maka maka kita tidak akan pernah berbuat apa-apa,” kata Panglima TNI Jend TNI Gatot Nurmantyo, ketika memberikan kuliah umum kepada mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) yang diselenggrakan di Aula UKI, Cawang, Jakarta, Kamis (17/11)

Gatot menguraikan kondisi Indonesia saat ini dengan merujuk pada perspektif ancaman.Sebagai contoh sejak 12 Juli 2016 lalu, pengadilan arbitrase menolak klaim Tiongkok atas hak Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Laut Cina Selatan. “Tapi Tiongkok tidak menggubrisnya,”ujarnya.

Selain itu, kondisi geografis Indonesia dikelilingi persemakmuran Inggris, yaitu; Malaysia, Singapura, Australia, dan New Zealand dinilai rawan konflik. Sebagai contoh, Indonesia pernah berkonflik dengan Singapura terkait masalah reklamasi dan protes terhadap kapal patroli KRI Usman Harun.

Gatot menambahkan, ancaman dari dalam negeri, Indonesia diperhadapkan pada persoalan terorisme. Apalagi, dulu undang-undang terkait terorisme masih terbilang sangat lunak, yakni: UU Tindak Pidana Terorisme.

Kenapa UU tindak pidana teroris pidana terbilang lunak, karena UU ini menyatakan bahwa mesti ada kejadian teroris dulu baru pihak aparat keamanan melakukan penyelidikan dan penyidikan. “Karena itu, tak heran ketika digunakan UU Tindak Pidana Terorisme ini, Indonesia menjadi tempat yang paling aman bagi para teroris,” jelasnya.

Gatot juga mengungkapkan mengapa ISIS dianggap teroris. Karena kebijakan ISIS sekarang ingin membuat Islamic State, yaitu membuat negara Islam di dunia dengan Filipina sebagai basis di Asia Tenggara, jika Suriah sudah tidak aman lagi bagi pergerakan mereka.

Tren perang saat ini pun bergeser seiring dengan perkembangan teknologi. Kemungkinan terjadinya perang konvensional antardua negara dewasa ini semakin kecil.

Menurut Jend Gatot, adanya tuntutan kepentingan kelompok telah menciptakan perang-perang jenis baru, di antaranya perang asimetris, perang hibrida dan perang proxy.

Disebutkan, perang asimetris adalah perang antara belligerent atau pihak-pihak berperang yang kekuatan militernya sangat berbeda. Perang hibrida adalah kombinasi perang yang menggabungkan teknik perang konvensional. “Perang asimetris dan perang informasi untuk mendapatkan kemenangan atas pihak lawan,”ujar Gatot Nurmantyo.

Kalau proxy war adalah konfrontasi antara dua kekuatan besar dengan menggunakan pemain pengganti untuk menghindari konfrontasi secara langsung dengan alasan untuk mengurangi resiko konflik langsung yang beresiko pada kehancuran total.

Biasanya, kata Gatot,  pihak ketiga yang bertindak sebagai pemain pengganti adalah negara kecil, namun kadang juga bisa aktor non negara yang dapat berwujud LSM, ormas, kelompok masyarakat atau perorangan.

Singkatnya, proxy war merupakan kepanjangan tangan dari suatu negara yang berupaya mendapatkan kepentingan strategisnya namun menghindari keterlibatan langsung suatu perang yang mahal dan berdarah.

Ia memberikan contoh dan indikasi proxy war di Indonesia. Proxy war telah berlangsung di Indonesia dalam bermacam bentuk, seperti gerakan separatis, demonstrasi massa, dan berbagai bentuk kegiatan lainnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

(VICTOR)

 

IKLAN

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.