Dua Ditambah Dua Berapa?

Oleh: Baharuddin Silaen

Baharuddin Silaen

Tinggal, Tony Karim, Asep Tias dan Thamrin Nico, pelamar kerja yang masih bertahan sampai tahap akhir. Salah satu dari antara mereka bertiga akan menduduki jabatan manajer di salah satu perusahaan raksasa yang bergerak di bidang tambang.

Untuk memilih satu dari mereka bertiga perusahaan harus melakukan seleksi melalui wawancara terakhir.

Tony Karim, mendapat giliran pertama untuk diwancarai. Salah seorang staf perusahaan meminta Tony untuk masuk ke dalam ruangan pimpinan perusahaan untuk diwancarai.

“Selamat pagi   Tony Karim,” ujar pimpinan perusahaan setelah Tony Karim duduk di tempat yang sudah disediakan.

“Selamat pagi Pak!”

“Apakah bersedia diwancarai hari ini?

“Bersedia pa!”

“Apakah Anda sehat?”

“Ya, sehat pa!”

“Pertanyaan untuk Anda singkat dan sederhana dan mohon dijawab dengan baik dan benar. Berapakah dua ditambah dua?”

“Dua ditambah dua sama dengan lima pa!”

“Kenapa lima?”

“Satu untungnya pa.”

“Baik. Silahkan menunggu di luar,” kata pimpinan perusahaan. “Ini orang tidak dapat dipercaya, licik. Orang seperti ini berbahaya dan susah diatur,” kata pimpinan perusahaan dalam hati.

Pelamar kedua yang dipanggil.  Asep Tias.

“Selamat pagi Asep Tias.”

“Siap Pa!”

“Apakah kamu bersedia diwancarai hari ini?”

“Siap Pa!.”

“Apakah kamu sehat?”

“Siap pa, sehat!”

“Pertanyaan bapak sama dengan pertanyaan kepada Tony Karim. Mohon dijawab dengan baik dan benar. Berapakah dua ditambah dua?”

“Dua ditambah dua sama dengan empat Pa!”

“Baik. Terima kasih. Silahkan menunggu di luar!” “Orang ini, sangat idealis, tegas, jujur. Tapi orang seperti ini biasanya kritis dan melawan pimpinan. Perusahaan tidak membutuhkan tipe orang seperti ini,” guman pimpinan perusahaan dalam hati.

Peserta terakhir. Thamrin Nico.

“Selamat pagi Thamrin Nico.”

“Ya, selamat pagi Bapak.”

“Apakah bersedia diwancarai hari ini?

“Ya, sangat senang hati dan bersedia Bapak”

“Apakah kamu sehat?”

“Ya sehat walafiat jasmani dan rohani Bapak.”

“Pertanyaan bapak sama dengan pertanyaan kepada Tony dan Asep Tias. Sederhana dan singkat. Mohon dijawab dengan baik dan benar. Berapakah dua ditambah dua?

“Ya, kalau menurut saya Pa, dua ditambah dua, ya terserah bapak saja. Maunya bapak berapa. Pokokya asal bapak senang. Begitu bapak!”

“Baiklah. Terima kasih. Seperti kamulah orang yang kami cari untuk menduduki jabatan manajer di perusahaan ini.Yang bisa kerja sama dan bisa diajak melakukan apa yang dikehendaki pimpinan perusahaan. Kamu cocok untuk jabatan itu. Mulai besok kamu sudah mulai kerja. Apakah bersedia?

“Ya, bersedia bapak.”

“Sekarang tanda tangani surat perjanjian dan  gaji yang akan kamu terima.”

Pemimpin perusahaan menyodorkan lembaran kertas bermeterai dan tercantum Rp 55. 000.000 (lima puluh lima juta rupiah)

“Usahkan hadir di ruangan setengah jam sebelum jam kantor dimulai. Fasilatas lain, mobil dinas dan supir. Supir hanya untuk tugas dinas. Rumah tempat tinggal kami sediakan, tidak jauh dari lokasi kantor. Terserah kapan mulai pindah dan tolong diberitahu staf kantor, supaya biasa dipersiapkan apa saja yang diperlukan. Apakah ada yang ingin ditanyakan?”

“Terima kasih bapak. Cukup Pa. Untuk saat ini, tidak ada yang ditanyakan.”

“Baik. Selamat ya.”

“Ya, terima kasih banyak bapak,” jawab Thamrin Nico sambil keluar dari runagan dengan wajah yang berseri-seri.

Tony dan Asep  menghampiri Thamrin begitu keluar ruangan yang sudah lama menunggu di luar. Thamrin Nico juga bergegas menuju kedua temannya.

“Aku diterima. Mulai besok aku sudah kerja. Sudah saya tanda tangani kontrak kerja,” kata Thamrin dengan riang gembira.

“Apa yang ditanya pimpinan perusahaan sewaktu wancara kepada kamu?”

“Katanya sama pertanyaannya kepada kita bertiga. Saya ditanya, berapa dua ditambah dua?”

“Lalu kamu jawab berapa?” selidik Asep Tias

“Saya jawab, dua ditambah dua, terserah bapak berapa maunya. Asal bapak senang aja.”

“Benar, kamu jawab dua ditambah dua, terserah bapak, asal bapak senang? Dua ditambah dua di mana pun di dunia ini: empat! Bukan asal bapak senang. Dua ditambah dua, bukan terserah bapak,” kata Tias dengan nada tinggi.

“Maaf  Tias, aku tau, dua tambah dua, sama dengan empat. Tapi kalau saya jawab empat, pasti saya tidak diterima bekerja di perusahaan itu. Terserah kalian mau bilang apa kepada saya. Tolol, goblok, penghianat, pembohong, penipu. Tidak bermoral, membelokkan kebenaran, terserah! Tapi, perlu kalian ketahui keadaan saya dan keluarga saya saat ini. Sangat prihatin. Kredit rumah belum lunas. Mobil saya juga cicilannya belum lunas.  Anakku tiga. Nomor satu, paling besar kuliah. Nomor dua, SMA dan yang paling kecil SMP. Saya butuh biaya untuk menyekolahkan mereka. Apa pun saya harus kerjakan demi masa depan mereka. Ini soal hidup dan mati,” kata Thamrin untukC meyakinkan temannya.

“Lalu kamu tega menggadaikan kebenaran hanya demi kedudukan dan jabatan. Kamu keterlaluan. Saya kecewa atas pola pikir kamu yang keliru. Tak sangka, rupanya kamu hanya pribadi yang tidak punya prinsip. Ternyata kamu rapuh terhadap godaan yang menggiurkan. Saya tidak menduga kamu seperti itu. Kamu jual harga dirimu hanya untuk jabatan. Kamu tega mengatakan dua ditambah dua terserah bapak, asal bapak senang, hanya untuk kedudukan dan uang. Kau tidak takut dosa? Kau halalkan semua cara demi pangkat, jabatan dan harta,” balas Asep Tias sambil menatap wajah Thamrin Nico.

“Sudah saya jelaskan. Saya butuh duit untuk biaya hidup keluarga dan biaya sekolah anak saya. Tolonglah kalian maklum,” balas Thamrim sambil menunduk.

“Baiklah. Kita bertiga sudah seperti saudara, sejak kita melamar kerja di perusahaan ini. Hampir tiga bulan kita bersama, seiring sejalan sampai hari ini, tahap akhir. Bahkan kita pernah berjanji siapa pun yang diterima dari antara kita bertiga harus saling mendukung dan saling membantu. Ok, itu akan tetap kita pelihara. Tapi ingat, Pa Thamrin, hal yang satu ini saya tidak dapat terima. Apa pun alasan yang kau sampaikan, saya sulit menerimanya. Maaf. Selamat ya,  atas pengangkatanmu sebagai manajer di perusahaan ini. Jaga kesehatan,” ujar Asep Tias sambil menyalami Thamrin yang dikuti Tony dari belakang menyalaminya

“Terima kasih ya. Saya memohon persahabatan kita tidak berhenti samapai di sini,” balas Thamrin.

Suatu hari Thamrin Nico, mengundang temannya untuk makan siang di salah satu restoran di Jl Thamrin. “Kita makan siang ya di Restoran Enak Gurih, Jl Thamrin, lantai 35.” Begitu pesan singkat yang dikirim Thamrin kepada Tony dan Asep.

Dari jauh Asep sudah melihat Thamrin dan Tony duduk di pojok resotan. “Maaf terlambat. Macet tadi di Sudirman,” kata Asep Tias sambil menyalami Thamrin dan Tony.

“Oh ya, saya tidak bisa lama-lama. Ada yang harus saya kerjakan. Saya harus pamit duluan,” kata  Tias setelah mereka habis makan dan hampir dua jam mereka  mengobrol banyak hal.

Thamrin berdiri sambil menyalami Tias dan memberikan amplop kepada Tias. “Maaf pa Tias, ini sekedar oleh-oleh, dari gaji saya yang pertama sambil menyodorkan emplop lumayan tebal.”

“Terima kasih pa Thamrin atas perhatiannya. Begini pa, maaf sebesar-besarnya. Saya bukan tidak butuh, tapi lain kali saja. Saya yakin isi amplop ini pasti banyak. Solanya pa Thamrin pasti malu kalau memberikan  sedikit, sebab gajinya cukup gede. Tapi maaf ya, lain kali saja,” katanya sambil mengembalikan amplop itu dan meletakkanya di atas meja.

Sekitar pukul 22.00 ada SMS masuk ke HP Asep Tias. “Pa Asep, saya tersinggung. Bapak yang membayar makanan kita tadi siang. Padahal saya yang mengundang makan siang dan saya sudah siap untuk itu. Ketika saya mau bayar ke kasir,  katanya sudah dibayar oleh pa Asep Tias. Begitu juga  amplop yang saya kasi bapak tolak. Saya jadi tidak enak dan saya tersinggung.”

“Maaf ya Pak Thamrin atas kelancangan saya. Saya tidak bermaksud menyinggung persaan bapak. Saya harus katakan, duit yang bapak kasi dalam emplop itu saya yakin sekali hasil dari gaji bapak, sebagai manajer di perusahaan tambang yang besar. Gunakanlah itu sebaik-baiknya.  Kenapa saya tidak terima, karena saya tau persis, dengan cara bagaimana bapak mendapatkan gaji itu. Masih ingat bukan; “dua ditambah dua, terserah bapak? Asal bapak senang?” Bagi saya ini tidak boleh dianggap biasa-biasa saja. Seolah-olah tidak ada persoalan. Pak Thamrin harus renungkan itu dengan baik-baik di dalam hati bapak yang terdalam. Selamat malam.” Ini SMS Asep Tias kepada Thamrin.

Hampir 32 tahun Thamrin dipercaya bekerja di perusahaan raksasa itu. Berbagai fasiltas tersedia, bahkan boleh dikatakan lebih dari cukup. Bukan hanya rumah mewah dan mobil mewah yang dimiliki keluarga Thamrin. Ada villa dan apartemen di kawasan elite Jakarta. Kehidupan Thamrin benar-benar berubah total dan teman-temannya banyak yang salut atas jabatan yang diraihnya.

Menjelang pensiun, fisik dan daya ingat Thamrin menurun. Temannya menyarankan untuk berobat ke luar negeri dan itu dilakukannya. Tapi penyakitnya tak kunjung sembuh. Rupanya ada yang terus mengganjal dalam pikirannya dan silih berganti mengganggu pikirannya. Setiap dia menerima gaji, selalu terbayang wajah sahabatnya Asep Tias, yang pernah mengatakan kepadanya; “kau gadaikan prinsip demi jabatan dan uang. Kau jawab dua ditambah dua terserah bapak. Asal bapak senang. Saol yang satu ini, tidak satu pun anak Thamrin yang tau, bahkan istrinya pun tidak pernah tau. Thamrin menimpan “rahasia” itu sangat rapi.

Setiap dia menerima gaji, selalu muncul di benaknya; “dua ditambah dua terserah bapak. Asal bapak senang.” Selama 32 tahun ucapan ini mengiang di telinganya. Saban menerima gaji,  “dua ditambah dua terserah bapak,” selalu  menghantuinya dan membuat hatinya gundah, tidak tenang dan tenteram. Bagaikan duri tajam menancap di kepalanya. Seperti paku yang tajam menohok di ulu hatinya.

Menjelang sore, ada telepon masuk ke HP Asef Tias, dari Thamrin. Tiba-tiba putus. Tidak lama berselang, masuk lagi telepon dari Thamrin. “Halo, ini Pa Tias? Saya anak Pa Thamrin Nico. Bapak di mana sekarang?”

“Ada apa, ya? Bapak ada di Hongkong, sudah seminggu. Berkunjung ke rumah anak saya. Cucu saya baru lahir. Apa ada yang penting? jawab Tias dari Hongkong

“Begini pa. Saya diminta bapak hubungi Pa Tias. Bapak sekarang ada di rumah sakit. Kesehatannya  menurun terus. Lemah dan suaranya hampir tak terdengar. Bapak mencari Pa Tias terus. Nama pa Tias disebut terus. Katanya ingin ketemu dengan pa Tias. Kapan bapak pulang dari Hongkong?”

“Sakit apa bapak? Bisa saya bicara dengan Pa Thamrin, sebentar,“ jawab Asep Tias.

“Ya, boleh pa. Ini bapak.”

“Pa Tias, suara itu lirih dan kurang jelas. Lalu ada suara orang menangis.”

“Maaf pa Tias, bapak tidak bisa bicara dengan jelas suaranya putus-putus. Bicaranya juga tidak jelas. Bapak hanya bisa menangis. Nanti saya akan hubungi lagi Pa Tias. Makasih pa. Doakan bapak saya, biar lekas sembuh,” kata anak Thamrin

Dua bulan kemudian Pa Tias, pergi ke rumah sahabtanya Thamrin setelah pulang dari rumah anaknya di Hongkong.  Setibanya di rumah pa Thamrin, anak-anak dan istri PaThamrin menangis.

“Bapak sudah pergi untuk selama-lamanya. Dia sudah pergi meninggalkan kami. Sudah hampir dua minggu dia meninggal. Pa Tias dicari terus, ingin ketemu sebelum dia pergi.”

Asep Tias, ikut menangis sambil memeluk istri Pa Thamrin. “Maaf, saya sangat menyesal tidak bisa berjumpa saat beliau masih hidup. Saat dia membutuhkan saya di sampingnya. Saya tidak bisa bersama dia, untuk memberikan semangat, agar bisa bertahan melawan penyakitnya. Biarlah kehendak Tuhan yang jadi. Semua indah pada waktunya. Semua kita akan mati,” kata Asep Tias mengghibur keluarga Thamrin.

“Oh, ini ada titipan dari bapak untuk Pa Tias,” kata istri Thamrin sambil menyerahkan emplop.

Asep Tias segera membukanya, di dalam amplop ada kertas bertuliskan; “Dua ditambah dua sama dengan empat.” Tolong sampaikan kepada anak-anak saya, bahwa dua ditambah dua sama dengan empat. Bukan dua ditambah dua, terserah bapak. Asal bapak senang. Maafkan saya. Sahabatmu Thamrin Nico.

(BAS)

IKLAN

1 Comment

  1. Bagus cerpennya, tentang keteguhan hati dan memory yang menjadi beban fikiran seumur hidup. Berarti bukan materi yang membuat manusia bahagia dan bisa bertahan ( Survive ). Bravo Amg boru Baharuddin Silaen. GBU.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.