
Pimpinan gereja gereja Protestan dari tujuh gereja yang tergabung di dalam persekutuan gereja di tiga benua, United Evangelical Mission (UEM) di Indonesia yang merepresentasi anggotanya sebanyak enam juta orang lebih yang tersebar di seluruh Indonesia, menyampaikan sikap teramat prihatin atas kebakaran hutan yang terjadi setiap tahun di Indonesia dalam 20 tahun terakhir merupakan bencana terburuk, merugikan rakyat dan negara.
Bencana asap yang terjadi dalam dua bulan terakhir telah menggugah kesadaran dan keprihatinan gereja gereja di Indonesia.
Kami memahami, kebakaran hutan 2015, bersamaan dengan gejala Elnino (kemarau panjang) menambah semakin rentan mudah terbakar karena lahan dan hutan gambut dibongkar, dikanalisasi sehingga menjadi kering berpotensi menyediakan biomass (bahan bakar alam) dari kerusakan ekologinya. Ini praktek dilakukan oleh pemilik modal di konsesi hutan tanaman industri dan perkebunan kelapa sawit skala luas di Indonesia.
Kementerian Lingkungan Hidup mencatat bahwa selama itu lahan dan hutan telah terbakar di 12 provinsi, di antaranya Riau dua juta hektar, 40.000 hektar di Jambi, Kalimantan Barat 900 hektar, Kalimantan Tengah 650 hektar, hingga Sumatera Utara 146 hektar, seperti dikutip Kompas, 14 September 2015. Data yang sama menyebutkan, kerugian yang diderita telah mencapai ratusan triliun rupiah, serta hilangnya kehidupan yang sudah tercipta ratusan ribu tahun dalam ekosistem hutan.
Umur bumi semakin tua dan sarat dengan aktivitas ekploitasi sumber-sumber alam yang tidak terkendali. Diperparah lagi dengan cara pembakaran hutan lahan untuk melakukan pembukaan lahan yang murah di wilayah konsesi perkebunan sawit dan hutan tanaman industri. Kondisi ini menyebabkan semakin rentan dan berpengaruh terhadap perubahan iklim membawa dampak bencana ekologi di Indonesia, dengan terjadinya kebakaran sepanjang tahun di lahan-hutan gambut.
Rusaknya hutan Indonesia terjadi sejak rezim orde baru yang mendistribusikan kepada pemilik modal tidak terkendali mencapai 70 juta hektar. Sementara masyarakat Indonesia yang tinggal di pelosok-pelosok mengelola hutan dengan kearifan lokal, menjaga hutan menjadi sumber kehidupan dari generasi ke generasi dan menyelamatkan planet bumi. Kebakaran hutan juga menghancurkan sumber pangan utama masyarakat sekitar hutan.
Kami menghargai kehadiran Presiden Jokowi di tengah-tengah asap kebakaran hutan dan lahan di Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, merupakan bentuk progres yang menjanjikan dengan meninjau langsung dan merasakan asap serta mengajukan para pelaku pembakar hutan ke hadapan hukum, tetapi belum terlihat dengan jelas hukuman yang setimpal untuk para pelaku. Protes negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia harus ditanggapi dengan bijak sebagai cermin diri, bukan malah menutup telinga dengan protes negara negara sahabat tersebut. Pemerintah belum melakukan upaya maksimal atas kebakaran hutan yang sedang terjadi saat ini, terbuki sudah lebih dari dua bulan kebakaran hutan belum dapat diatasi dengan baik.
Kami juga mencatat; menurut laporan ada tujuh perusahaan perkebunan kelapa sawit milik pengusaha Singapura dan Malaysia turut serta melakukan pembakaran lahan dan hutan di konsesinya.
Kami meyakini, manusia diciptakan untuk merawat, memelihara dan melestarikan bumi, bukan sebaliknya menghancurkannya demi keuntungan sesaat. Kami yang tergabung dalam pertemuan ini menyerukan kepada semua pihak untuk terlibat dalam penyelamatan hutan tersisa di Indonesia bersama masyarakat untuk menyelamatkan hutan-hutan tersisa, sebagai bukti bahwa bangsa kita adalah bangsa yang berKetuhanan. Bumi adalah citra dan wajah Allah. Bangsa yang berketuhanan adalah bangsa yang tidak membakar wajah Allahnya.
Melalui pernyataan bersama ini kami secara bersama sama menyerukan: Agar semua pihak di Indonesia termasuk warga gereja bahu membahu terlibat dalam menghentikan pengrusakan hutan. . Pemerintah Pusat dan Daerah harus mengerahkan bantuan kesehatan kepada korban asap terutama, komunitas sekitar hutan, anak anak dan balita di wilayah-wilayah terpapar parah misalnya di Jambi, Sumsel, Riau, Kalteng dan Kalimantan Barat.
Stop pembukaan hutan gambut dan daratan untuk kepentingan perkebunan kelapa sawit, hutan tanaman industri, sudah cukup negeri ini di rugikan atas ulah pemodal yang tidak bertanggungjawab dalam menjalankan mandat mengelola sumberdaya alam Indonesia.
Pemerintah harus menetapkan bencana asap sebagai bencana nasional, sehingga memerlukan penanganan nasional dengan waktu tahapan yang terukur, serta memutus siklus kebakaran hutan menahun dengan menyentuh akar persoalannya.
Tegakkan hukum kepada para pelaku pembakaran hutan, cabut ijin usaha dan sanksi pemulihan (restorasi) bagi perusahaan yang terbukti terlibat dalam pembakaran hutan. Membangun kerjasama lebih intensif dalam penanggulangan kebakaran hutan dan bencana asap dengan negara-negara tetangga.
Pemerintah harus hadir bersama rakyat dalam pengelolaan hutan berbasis kearifan tradisional masyarakat lokal menjadi pilihan Penyelematan hutan untuk Selamatkan Planet Bumi.
Pernyataan sikap ini dibuat dan disepakati oleh tujuh gereja Protestan, bertempat di Ruang Justin Sihombing, Universitas HKBP Nommensen, Medan (2/10)
Pimpinan gereja penandatangan statement: HKBP, GBKP, BNKP, GKPS, HKI, GKPA, GKPPD. bas/dari beberapa sumber
Be the first to comment