
Simposium Teologi Internasional berlangsung tanggal 30 September s/d 4 Oktober 2015 di auditorium Universitas Kosin di Busan, Korea Selatan, yang diikuti para peserta yang berasal dari berbagai negara, yakni Indonesia, Cina, Amerika Serikat, Myanmar, Jerman. Bulgaria, Australia, India, Romania, Nicaragua dan Korea Selatan. Acara itu menggumuli tema; “Theology to Dialogue with the World.”
Bertindak selaku key-note speaker dalam symposium itu adalah Professor Dr. Dr. Hans Schwarz (guru besar emeritus bidang teologi sistematika pada Institut Teologi Protestant Universitas Regensburg di Regensburg, Jerman) dalam makalahnya yang berjudul “The Obligation of Theology with the World”.
Schwarz dalam ceramahnya menanyakan, kenapa kita mempunyai kewajiban berdialog dengan dunia? Jawabannya sederhana, karena Yesus memerintahkan kita mengabarkan berita sukacita untuk menjawab isu-isu kemanusiaan yang bersifat eksistensial.’
Ia menambahkan, sejak Allah dalam diri Yesus Kristus telah menunjukkan bahwa Allah memelihara hidup kita, maka kita diharapkan untuk memperhatikan kebutuhan sesam kita yang berkekurangan, tanpa membeda-bedakan siapa orangnya dan bagaimana statusnya. Ini berarti, kita menyebarkan kasih, kemurahan, panjang sabar dan pengharapan kepada segenap umat manusia di dunia ini.
Di bagian awal makalahnya, Schwarz mengatakan, bahwa ada pertanyaan yang eksistensial berdasarkan penyataan sendiri Allah. Jika pertanyaan-pertanyaan itu belum kita gali, kita menghadapi dua kemungkinan: kita menjawab pertanyaan-pertanyaan yang belum ditanyakan umat manusia, atau kita menghiraukan umat manusia. Kita mengadakan dialog dengan umat manusia oleh sebab tiga aspek, yakni aspek Kristologis, etis dan eskatologis.
Rev. Dr. Jang Ho Koang (dosen teologi sistematika pada Universitas Anyang di Gyeonggi-do, Korea) dalam ceramahnya yang berjudul “Die Formen des religioesen Bewusstseins in Hegels Religionsphilosophie,” mengatakan, hubugan religi dalam filsafat agama dalam pemikiran GWF Hegel adalah hubungan antara Allah dan kesadaran manusiawi, yakni kesadaran keagamaan. Dalam hubungan ini muncul kesadaran akan adanya Allah dan iman kepada Allah.
Pdt Dr Binsar Nainggolan (Pendeta HKBP Resort Rawamangun) dalam makalahnya yang berjudul “The Dialogue between Theology and Religious Reality in Indonesia,” menuturkan pentingnya memelihara kerukunan dalam masyarakat majemuk melalui dialog. Dalam hal ini dialog mesti dilakukan tanpa memperdebatkan substansi dogma masing-masing agama yang berbeda karena tidak terdpat titik temunya secara menyeluruh. Yang menjadi bahan dialog adalah masalah kehidupan dan cita-cita menuju masyarakat yang semakin sejahtera secara merata.
Sejumlah makalah lainnya disampaikan oleh Dr. Jung Dong Gon, Dr. Michael Young dari Kansas City AS, Prof. Thomas Kothmann dari Bayern Jerman dan Dr. Pilgrim Lo dari Hong Kong.
(Binsar Nainggolan)
Be the first to comment